Please use this identifier to cite or link to this item: https://ptsldigital.ukm.my/jspui/handle/123456789/777648
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorSoekmono-
dc.date.accessioned2025-01-20T08:06:05Z-
dc.date.available2025-01-20T08:06:05Z-
dc.identifier.urihttps://ptsldigital.ukm.my/jspui/handle/123456789/777648-
dc.description.abstractDalam sejarah kesenian Thailand kita dapatkan istilah "Sriwijaya" untuk menamakan babakan waktu dari abad ke-VIII sampai abad ke-XIII Masehi, dan juga untuk menamakan langgam seni - baik seni arca yang berkembang dalam kurun waktu tersemaupun seni bangun but ¹). Untuk jelasnya baiklah pembagian itu kita terakan sebagai bagan di bawah ini : 1. Zaman dan Kesenian Dwarawati - abad VI sampai abad XI; 2. Zaman dan Kesenian Sriwijaya - abad VIII sampai abad XIII; 3. Zaman dan Kesenian Lopburi - abad XI sampai abad XIII; 4. Zaman dan Kesenian Chiengsaen - abad XI sampai abad XVIII; 5. Zaman dan Kesenian Sukhothai - abad XIII sampai abad XIV; 6. Zaman dan Kesenian U-Thong - abad XII sampai abad XV; 7. Zaman dan Kesenian Ayuthia - abad XIV sampai abad XVIII; 8. Zaman dan Kesenian Bangkok - abad XVIII sampai abad XX. Istilah "Sriwijaya" dalam daftar di atas itu nampak sangat meyakinkan akan kedudukan dan peranannya dalam perkembangan sejarah kesenian Thailand sehingga sejak dikenalnya lebih dari setengah abad yang lalu tidak pernah dipersoalkan. Mom Chao Chand dan Khien Yim siri bahkan berpendapat bahwa seni Sriwijaya itu merupakan satu kesatuan langgam yang berkembang di Indonesia dan Thailand bersama-sama. Dua buah arca Buddha yang ditemukan di daerah Chiengmai di ujung utara Thailand, dan yang masing-masing dikenal dengan sebutan "Buddha Hitam" dan "Khun Phra", serupa benar dengan arca-arca dari Candi Borobudur dan Candi Mendut, sehingga tak perlu dan tak dapat lagi disangsikan akan kenyataannya sebagai dua tunas dari satu pohon Gupta. Hal ini memberi gambaran bahwa Seni Sriwijaya itu bagi Thailand merupakan suatu langgam seni yang mendasari serta melatarbelakangi secara nyata perkembangan sejarah kesenian Thai seluruhnya. Masalah jarak yang memisahkan daerah Jawa Tengah dan daerah Chiengmai tidak dibahas oleh para penulis buku "Thai Monumental Bronzes" tadi, tetapi justru oleh Silp Birasri dalam kata pengantarnya terhadap terbitan buku tersebut.en_US
dc.language.isoinden_US
dc.subjectArkeologi Indonesiaen_US
dc.subjectCandien_US
dc.subjectSrivijayaen_US
dc.subjectArca purbaen_US
dc.titleKesenian Sriwijaya di seberang Selatan Malakaen_US
dc.typeSeminar Papersen_US
dc.format.pages131-140en_US
dc.identifier.callnoDS621.P47 1980 katsemen_US
dc.contributor.conferencenamePertemuan Ilmiah Arkeologi-
dc.coverage.conferencelocationJakarta, Indonesia-
dc.date.conferencedate1980-02-25-
Appears in Collections:Seminar Papers/ Proceedings / Kertas Kerja Seminar/ Prosiding

Files in This Item:
There are no files associated with this item.


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.