Please use this identifier to cite or link to this item:
https://ptsldigital.ukm.my/jspui/handle/123456789/497488Full metadata record
| DC Field | Value | Language |
|---|---|---|
| dc.contributor.advisor | Prof. Madya Dr. Ahmad Nidzammuddin Sulaiman | - |
| dc.contributor.author | Effendi Hasan (P32283 ) | - |
| dc.date.accessioned | 2023-10-13T08:04:09Z | - |
| dc.date.available | 2023-10-13T08:04:09Z | - |
| dc.date.issued | 2014-10-07 | - |
| dc.identifier.other | ukmvital:81054 | - |
| dc.identifier.uri | https://ptsldigital.ukm.my/jspui/handle/123456789/497488 | - |
| dc.description | Kajian ini menyelidiki demokrasi Aceh dan gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan tumpuan transformasi daripada perjuangan bersenjata kepada perjuangan politik. Penyelidikan ini memaparkan perjuangan GAM sebagai sebuah organisasi gerakan pembebasan Aceh yang diisytihar oleh pengasasnya Hasan di Tiro pada 4 Disember 1976 dengan matlamat asas menuntut hak menentukan nasib sendiri (self determination) untuk mengembalikan Aceh sebagai "successor state" (negara sambungan) yang terpisah dari Indonesia. Kajian cuba menghurai transformasi GAM daripada perjuangan bersenjata kepada perjuangan politik bermula pasca MoU Helsinki pada 15 Ogos 2005. Permasalahan dan objektif kajian ini meliputi; bagaimana bentuk dan strategi perjuangan politik GAM di Aceh Pasca MoU Helsinki; apakah perjuangan politik GAM masih memperjuangkan kemerdekaan Aceh ataupun hanya memperjuangkan self government (pemerintahan sendiri) atau otonomi; bagaimana hubungan nasionalisme Indonesia dengan nasionalisme Aceh dalam konteks wujudnya perjuangan GAM di Aceh; dan hubungannya dengan konsepsi nasionalisme komuniti bayangan mengikut Benedict Anderson (1983). Kajian cuba menilai semula konsep nasionalisme Benedict Anderson dan cuba memberi alternatif yang lebih sesuai bagi menjelaskan bentuk sebenar nasionalisme Aceh. Sebagai alat analisis penelitian ini menggunakan konsep nasionalisme, nasionalisme sebagai ideologi pembebasan dan nasionalisme dalam konsepsi Benedict Anderson serta perkembangan nasionalisme Aceh sebagai kerangka pembimbing. Pendekatan kualitatif digunakan bagi kaedah kajian. Data primer diperolehi melalui temubual mendalam dengan tokoh-tokoh GAM, ahli Tentara Nasional Aceh, tokoh Parti Aceh, golongan ulama, aktivis mahasiswa, pakar politik dan intelektual kampus. Data sekunder adalah data-data yang diperolehi daripada kajian perpustakaan dan internet. Penyelidikan ini mengambarkan perubahan bentuk dan strategi perjuangan politik GAM pasca perundingan damai di Helsinki telah berubah menjadi Partai Aceh (PA). Selain itu perjuangan politik GAM tidak lagi memperjuangkan kemerdekaan namun hanya memperjuangkan pemerintahan sendiri Aceh atau otonomi sesuai dengan kesefahaman di Helsinki, Finland. Hasil penelitian ini juga mendapati bahawa konsep komuniti bayangan Benedict Anderson kurang sesuai dalam konteks menjelaskan kewujudan nasionalisme Aceh. Nasionalisme Serambi Mekkah ini tidak wujud berdasarkan komuniti bayangan yang diasaskan oleh perkembangan printed capitalism seperti novel, buku-buku, akhbar-akhbar dan media cetak lainnya. Namun ianya telah wujud sebagai satu komuniti berdaulat (bukan komuniti bayangan) sejak abad ke-16 dalam Kerajaan Aceh Darussalam yang dibentuk melalui penggabungan kerajaan-kerajaan kecil di Aceh semasa itu. Kesimpulannya, nasionalisme wilayah di hujung pulau Sumatera ini bukan merupakan sebahagian daripada nasionalisme Indonesia. Kewujudan GAM merupakan satu fakta untuk membantah argumentasi Benedict Anderson.,This research analyses democracy in Aceh and the Aceh Liberation Movement (GAM). The research explains the struggle of GAM as organisation of Aceh's liberation, as declared by its founder Hasan Di Tiro on 4 th December 1976, with a fundamental target of demanding the right of self-determination to rule and restore Aceh as an independent state, separated from Indonesia. It explains the transformation of GAM from an armed into a political struggle of post-Helsinki MoU on 15 th August 2005. The problem statement and objective of this study encompasses; how GAM's political struggle in Aceh of post-Helsinki MoU is formed and strategised; whether GAM's political struggle is championing the freedom of Aceh or merely fighting for self-governance or autonomy; how Indonesian and Aceh nationalism in the presence of GAM's struggle in Aceh is connected; and its connection to the concept of nationalism of imagined comunities according to Benedict Anderson (1983). This research re-assesses Benedict Anderson's concept of nationalism to find a more accurate alternative in explaining the real position of Aceh nationalism. In terms of analytical instrument, this study utilises the concept of nationalism, nationalism as freedom ideology, and nationalism as conceptualised by Benedict Anderson, in the contexts of understanding the development of Aceh nationalism as general framework. Qualitative approach is used as research methodology. Primary data is gathered from extensive interviews with GAM's figures, members of Aceh National Army, Aceh Party's officials, traditional Muslim scholars, student activists, political experts, and university intellectuals. Secondary data is obtained from library and internet searches. The research found that GAM's political struggle has transformed into a legalised Aceh Party after the 2005 Helsinki peace talk. In addition GAM's political struggle has evolved from total independence to self governance or autonomy. It is also found that Benedict Anderson's concept of imagined comunities fails to provided an accurate explanation to the existence of Aceh nationalism. This nationalism of Aceh cannot be associated with the concept of imagined comunities that is rooted in capitalism developed by printed novels, works, newspapers and other printed media. Instead, it can be associated with the long ignored sovereign community (not imagined), of the 16 th century, Kingdom Aceh of Darussalam. In conclusion, the nationalism of this land at the edge of Sumatra is distinct from the general Indonesian nationalism. The existence of GAM is a fact that refutes Benedict Anderson's argument.,Ph.D | - |
| dc.language.iso | may | - |
| dc.publisher | UKM, Bangi | - |
| dc.relation | Faculty of Social Sciences and Humanities / Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan | - |
| dc.rights | UKM | - |
| dc.subject | Demokrasi Aceh | - |
| dc.subject | Gerakan Aceh Merdeka | - |
| dc.subject | Kemerdekaan Aceh | - |
| dc.subject | Pemerintahan sendiri | - |
| dc.subject | Islam and state-Indonesia-Aceh. | - |
| dc.title | Gerakan Aceh merdeka dan demokrasi Aceh: analisis terhadap transformasi dari perjuangan bersenjata kepada perjuangan politik | - |
| dc.type | Theses | - |
| dc.format.pages | 348 | - |
| dc.identifier.callno | DS646.15 .E355 2014 | - |
| dc.identifier.barcode | 001318 | - |
| Appears in Collections: | Faculty of Social Sciences and Humanities / Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan | |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| ukmvital_81054+SOURCE1+SOURCE1.0.PDF Restricted Access | 7.13 MB | Adobe PDF |  View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.